pulau sumatra adalah pulau terbesar urutan
Sumatera
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sumatera
Topografi Pulau Sumatera |
|
Geografi |
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 0°00′ LU 102°00′ BT |
Kepulauan | Kepulauan Sunda Besar |
Luas | 470.000 km² |
Ketinggian tertinggi | 3.805 m |
Puncak tertinggi | Kerinci |
Negara |
Indonesia |
Provinsi | Aceh, Bengkulu, Jambi, Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau |
Kota terbesar | Medan (pop. 3.418.645 (2009)) |
Demografi |
Populasi | 45 juta (per 2005) |
Kepadatan | 96/km² |
Kelompok etnik | Aceh, Batak, Minangkabau, Melayu, Rejang |
Sumatera atau
Sumatra adalah
pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di
Indonesia, dengan luas 443.065,8 km
2. Penduduk pulau ini sekitar 42.409.510 jiwa (2000). Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu
Pulau Percha,
Andalas, atau
Suwarnadwipa (
bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas"). Kemudian pada
Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan
swarnnabhūmi dan
bhūmi mālayu untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah
Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut
"Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan
Samudera (terletak di pesisir timur
Aceh). Diawali dengan kunjungan
Ibnu Batutah, petualang asal
Maroko ke negeri tersebut di tahun 1345, dia melafalkan kata
Samudera menjadi
Samatrah, dan kemudian menjadi
Sumatra atau
Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan
Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang
[1].
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah
pulau ameh (
bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita
Cindur Mata dari
Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari
Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di
Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama
chin-chou yang berarti “negeri emas”.
Dalam berbagai
prasasti, Sumatera disebut dengan nama
Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab
Jataka, menceritakan pelaut-pelaut
India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita
Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.
Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi
Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan
Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Di kalangan bangsa
Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah
Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.
Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari
kemenyan (
Styrax sumatrana) dan
kapur barus (
Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah
Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.
Dalam kitab umat
Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi
Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).
Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera. Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s.
[sunting] Samudera menjadi Sumatera
Kata yang pertama kali menyebutkan nama
Sumatra berasal dari gelar seorang raja
Sriwijaya Haji (raja)
Sumatrabhumi ("Raja tanah Sumatra"),
[2] berdasarkan berita China ia mengirimkan utusan ke China pada tahun 1017. Pendapat lain menyebutkan nama Sumatera berasal dari nama
Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.
Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri.
Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.
Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.
Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatera. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia: Sumatera
Secara umum, pulau Sumatera didiami oleh bangsa Melayu, yang terbagi ke dalam beberapa suku. Suku-suku besar ialah
Aceh,
Batak,
Melayu,
Minangkabau,
Besemah,
Ogan,
Komering, dan
Lampung. Di wilayah pesisir timur Sumatera dan di beberapa kota-kota besar seperti
Medan,
Palembang, dan
Pekanbaru, banyak bermukim etnis
Tionghoa. Penduduk pulau Sumatera hanya terkonsentrasi di wilayah Sumatera Timur dan dataran tinggi Minangkabau. Mata pencaharian penduduk Sumatera sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan pedagang.
Penduduk Sumatera mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil merupakan penganut
Protestan, terutama di wilayah
Tapanuli, Sumatera Utara. Di wilayah perkotaan, seperti Medan, Pekanbaru, dan Palembang, dijumpai beberapa orang penganut Buddha.
[sunting] Transportasi
Kota-kota di pulau Sumatera dihubungkan oleh tiga ruas jalan lintas, yakni lintas tengah, lintas timur, dan lintas barat, yang melintang dari utara - selatan Sumatera. Selain itu terdapat pula ruas jalan yang melintang dari barat - timur, seperti ruas Bengkulu -
Palembang, Padang - Jambi, serta Padang - Dumai.
Di beberapa bagian pulau Sumatera, kereta api merupakan sarana transportasi alternatif. Di bagian selatan, jalur kereta api bermula dari pelabuhan Panjang (
Lampung) hingga
Lubuk Linggau dan
Palembang (
Sumatera Selatan). Di tengah pulau Sumatera, jalur kereta api hanya terdapat di
Sumatera Barat. Jalur ini menghubungkan antara kota
Padang dengan
Sawah Lunto dan kota Padang dengan kota
Pariaman. Semasa kolonial Belanda hingga tahun
2001, jalur Padang - Sawah Lunto dipergunakan untuk pengangkutan batu bara. Tetapi semenjak cadangan batu bara di Ombilin mulai menipis, maka jalur ini tidak berfungsi lagi. Sejak akhir tahun
2006, pemerintah provinsi Sumatera Barat, kembali mengaktifkan jalur ini sebagai jalur kereta wisata.
Di utara Sumatera, jalur kereta api membentang dari kota
Medan sampai ke kota
Tebing Tinggi. Pada jalur ini, kereta api dipergunakan sebagai sarana pengangkutan kelapa sawit dan penumpang.
Penerbangan internasional dilayani dari Banda Aceh (
Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda), Medan (
Bandar Udara Internasional Polonia), Padang (
Bandara Internasional Minangkabau, dan Palembang (
Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II). Sedangkan pelabuhan kapal laut ada di Belawan (Medan), Teluk Bayur (Padang), dan Bakauheni (Lampung).
Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya
PT Caltex yang mengolah minyak bumi di provinsi
Riau.
Tempat-tempat penghasil barang tambang ialah :
- Arun (NAD), menghasilkan gas alam.
- Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), menghasilkan minyak bumi
- Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi
- Tanjung Enim (Sumatera Selatan), menghasilkan batu bara
- Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), menghasilkan minyak bumi
- Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit
- Indarung (Sumatera Barat), menghasilkan semen
- Sawahlunto (Sumatera Barat), menghasilkan batubara
Beberapa kota di pulau Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting.
Medan kota terbesar di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak perusahaan-perusahaan besar nasional yang berkantor pusat di sini.
Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan
Nusantara. Di sebelah utara berbatasan dengan
Teluk Benggala, di timur dengan
Selat Malaka, di sebelah selatan dengan
Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan
Samudra Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sana, antara lain
Asahan (
Sumatera Utara),
Sungai Siak (
Riau),
Kampar,
Inderagiri (
Sumatera Barat, Riau),
Batang Hari (Sumatera Barat,
Jambi),
Musi,
Ogan,
Lematang,
Komering (
Sumatera Selatan), dan
Way Sekampung (
Lampung). Sementara beberapa sungai yang bermuara ke pesisir barat pulau Sumatera diantaranya
Batang Tarusan (Sumatera Barat), dan
Ketahun (
Bengkulu).
Di bagian barat pulau, terbentang
pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga selatan. Sepanjang bukit barisan terdapat gunung-gunung berapi yang masih aktif, seperti
Geureudong (Aceh),
Sinabung (Sumatera Utara),
Marapi,
Talang (Sumatera Barat),
Gunung Kaba (Bengkulu), dan
Kerinci (Sumatera Barat, Jambi). Di pulau Sumatera juga terdapat beberapa
danau, di antaranya
Danau Laut Tawar (Aceh),
Danau Toba (Sumatera Utara),
Danau Singkarak,
Danau Maninjau,
Danau Diatas,
Danau Dibawah,
Danau Talang (Sumatera Barat),
Danau Kerinci (Jambi) dan
Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).
[sunting] Daftar gunung di Sumatera